Friday, December 26, 2014

5 Tokoh Sastra Sufistik dari Persia : Sanai, Attar, Nizami, Sa’di, Hafiz






Sebelum kedatangan Islam, Persia ( Iran ) telah terkenal dengan kemajuan sastranya. Setelah kedatangan Islam, sastra Persia kemudian mengalami proses asimilasi dengan nilai-nilai Islam sehingga melahirkan corak sastra baru.

Dua corak sastra yang berkembang di Persia setelah kedatangan Islam, yaitu sastra sufistik dan sastra non sufistik.
Berikut ini beberapa tokoh yang memberi pengaruh besar paada sastra sufistik:





Sanai 

"Di pintu-Nya apa bedanya antara seorang muslim dan kristen,
orang baik dan pembunuh?
Di pintu-Nya kita semua adalah pencari dan Dia adalah yang dicari"
                              ( Sanai )

Nama lengkapnya adalah Abu Al-Majd Majdud Sanai. Lahir di Ghazni. Sanai hidup sekitar 462-534 H/ 1070-1140 M. Pada masa muda Sanai dikenal sebagai penyair madah ( pujian ), yang membuat sajak-sajak pujian di istana sultan Ghazni.

Selain Sanai dekat dengan orang-orang yang berada di lingkungan istana, ia juga menjalani hubungan dekat dengan para filsuf dan sufi. Dunia tasawuf yang erat hubungannya dengan sufi inilah di kemudian hari membawanya pada sebuah keputusan untuk meninggalkan kehidupan istana yang penuh dengan kemegahan.

Bahkan ia sama sekali tidak terbujuk oleh Bahramsyah, penguasa Ghazni ke-15 yang ingin mengawinkannya dengan adiknya. Ia sudah memutuskan untuk menjalani hidup layaknya seorang sufi.

Akhirnya Sanai pun pergi ke Balkh, dan kota-kota lainnya di Khurasan. Menjelang akhir hidupnya, Sanai kembali ke Ghazni, tapi tidak tinggal di istana.

Dari tangannya lah lahir epos sufi, dan mengukir namanya sebagai seorang penyair dan sufi persia yang pertama menulis dalam bahasa persia. Maulana jalaludin rumi, seorang sufi dan penyair yang termasyhur di turki, menyanjung Sanai seperti: “kalau Attar adalah rohnya, maka Sanai adalah matanya”

Karya Sanai:

Hadiqah Al-Haqiqah (Taman Hakikat ), berupa puisi filsafat, akhlak, agama, dalam bentuk masnawi terdiri dari tiga puluh ribu baris yang bersifat adiktif.
Karya Sanai ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa inggris oleh J.Stephenson pada tahun 1911 yang diberi judul “The First Book of Hadiqatul Haqiqah”.

Lima puisi masnawi

Kumpulan puisi ghazal





Berikut beberapa cuplikan syair dari Sanai :


Menjadi diam
Jalan agama adalah baik dalam pekerjaan ataupun  kata-kata;
ada tidak ada bangunan diatasnya, tetapi hanyalah kesedihan.
Siapa saja menjadi diam untuk mengejar jalan;
ucapannya adalah kehidupan dan kemanisan;
Jika ia berbicara, itu tidak akan keluar dari kebodohan;
dan jika dia diam, itu tidak akan keluar dari kemalasan.
Ketika diam, dia tidak merancang kesembronoan;
ketika berbicara,dia tidak menyebar luaskan pembicaraan yang sepele.
  ( Sanai_ Menjadi Diam )

Ikutilah jalan
Jangan berbicara dari rasa sakit hatimu, karena Dia sedang berbicara
Jangan mencarinya, karena Dia sedang mencari
Dia merasakan bahkan sentuhan kaki dari seekor semut,
Jika sebuah batu berpindah di bawah air, Dia tahu itu
Jika ada seekor cacing di dalam sebuah batu,
Dia tahu tubuh itu,
Lebih kecil dari sebuah atom
Suara dari pujian  dan penglihatan yang tersembunyi itu,
Dia mengetahui lewat pengetahuan ilahi-Nya,
Dia telah memberi cacing nafkah untuknya,
Dia telah menunjukkan padamu jalan pengajaran
                           ( Sanai – Ikutilah Jalan )

Berusahalah untuk menemukan misteri
Sebelum hidup mengambilmu,
Jika kau gagal untuk menemukan dirimu,
Untuk mengenal dirimu sendiri,
Bagaimana kamu akan mampu mengerti rahasia
Dari keberadaanmu setelah kamu mati?

Di cermin penyimpangan pikiranmu,
seorang malaikat terlihat memiliki
wajah setan




Anekdot Kisah Si Tolol dan Seekor Onta


Seorang tolol memperhatikan seekor onta yang sedang makan rumput. Katanya kepada binatang itu,

“tampangmu mencong. Kenapa begitu?”

Onta menjawab,
“Dalam menilai kesan yang timbul, kau mengaitkan kesalahan dengan hal yang mewujudkan bentuk. Hati-hatilah terhadap itu. Jangan menganggap wajahku yang buruk sebagai suatu kesalahan. 
Pergi kau menjauh dariku, ambil jalan pintas.
Tampangku mengandung arti tertentu, punya alasan tertentu.

Busur memerlukan yang lurus dan bengkok, pegangannya dan talinya. Orang tolol enyahlah, pemahaman keledai sesuai dengan sifat keledai.”
 





Fariduddin Attar

Nama aslinya adalah Abu Thalib atau Abu Hamid, dengan gelar Fakhruddin. Nama Attar yang digunakannya adalah nama samaran yang diambil dari profesinya sebagai ahli farmasi ( al-attar ) dan juga sebagai seorang dokter ( tabib ). Ia juga seorang pemikir dan penulis yang sangat produktif.


Attar lahir di Nisabur, bagian timur laut Persia sekitar tahun 513 H / 1119 M. Pada masa mudanya ia mengembara ke berbagai negara, seperti Mesir, Suriah, Hijaz, India, dan Asia tengah, lalu menetap di tanah kelahirannya kembali.

Karya Attar :

Mantiq at-Tair ( Logika Burung ), berupa sajak alegoris pengalaman religius kaum sufi.
Burung – burung yang dimaksud dalam karyanya adalah kaum sufi.

Logika burung
Dipimpin oleh burung Hud-Hud,burung-burung di dunia ditetapkan untuk mencari raja mereka, Simurgh. Pencarian mereka membawa melewati 7 lembah pada bagian pertama dari 100 kesulitan yang menyerang mereka. Mereka menjalani banyak ujian ketika mereka mencoba membebaskan diri dari apa yang berharga untuk mereka dan mengubah keadaan mreka. Setelah berhasil dan dengan penuh kerinduan, mereka meminta anggur untuk memudarkan akibat dari dogma kepercayaan dan ketidak percayaan pada kehidupan mereka.
                                                                                  ( Attar – Cuplikan dari “Logika Burung” ) 


Karyanya ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis pada tahun 1863 oleh J.H Garcin de Tassy dengan judul “Le Langage Des Oiseaux”. Kemudian disusul dengan diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh S.C Noot pada tahun 1955 dengan judul “ The Conference of The Birds”. 

Sebelumnya pernah diringkas oleh Edward Fitz Geral pada tahun 1883 dengan judul “Bird Parliament.”
Tadzkirah Al-Auliya, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia







Dari masing-masing, cinta menuntut kesunyian yang mistik;
apakah semuanya mencari bersungguh-sungguh? Cinta-Nya.
cinta adalah subjek pikiran terdalam mereka;
didalam cinta tidak lagi “kamu” dan “aku” ada
untuk dirinya sendiri ia telah mati didalam kekasih






Tuhan adalah diluar semua pengetahuan manusia
hanya Dia yang bisa membuka jalannya
bukan kebijaksanaan manusia


Selama 39 tahun dia menulis puisi dan menyusun petuah-petuah para sufi. Attar menghabiskan usia senja nya di tanah suci, Makkah.
 





Nizami 

“Cinta yang tiada abadi,
hanyalah permainan indra dan cepat punah
bagaikan masa muda”
                       Nizami Ganjavi
 
Nama aslinya adalah Nizzamuddin Abu Muhammad Ilyas bin Yusuf. Lahir di Ganca ( Kirovabad ), Kaukus. Nizami hidup sekitar tahun 529-613 H / 1135-1217 M. 

Semasa hidupnya, ia mempunyai hubungan dekat bahkan mendapat perlindungan dari sejumlah penguasa dan para putra mahkota. Meskipun begitu, dia hidup secara sederhana dan memiliki watak yang terpuji.
Nizami memiliki pengetahuan yang luas dalam berbagai bidang seperti sejarah, sastra, ilmu umum, serta astronomi dan musik juga menjadi kegemarannya. Nizami juga ahli dalam masalah psikologi.

Meski begitu, dunia menulis telah menjadi cinta di hidupnya. Dalam menulis karyanya, Nizami banyak diilhami oleh penyair-penyair terlebih dahulu seperti Nasai dan Firdaus.

Karya Nizami :

Makhzan al Asrar, masnawi yang ditulis Nizami untuk pertama kali yang berisi ajaran tasawuf dan filsafat
Tiga buah karya puisi romantis  

Setelah Nizami meninggal, karyanya dibukukan dengan judul “Khamsah.”
Khamsah berisi 5 rangkaian karangan, yaitu :
1.Makhzan al Asrar ( Gudang Rahasia )
2.Laila wa Majnun ( Laila majnun )
3.Khusrau wa Sirin
4.Haft Peykar ( 7 Bidadari )
5.Sikandar ( Iskandar ) – Namah / Eskandarnameh, sebuah epos gazal yang berkisah tentang Iskandar Agung, karya ini adalah karya terakhirnya yang diselesaikan sebelum dia meninggal.

Salah satu dari 5 karangan diatas, yang paling populer kita dengar dan baca adalah kisah Laila Majnun. Kisah tentang pemuda dari suku Bani Amir yang jatuh cinta kepada Layla. Cinta mereka yang tak bisa bersatu hingga kematian menjemput mereka. 

Kisah cinta ini kemudian menginspirasi Shakespeare menulis “Romeo dan Juliet” dan menginspirasi Rumi menulis Masnawi dan Diwani Syamsi Tabriz.





Karena satu nama lebih baik daripada dua,
Satu nama bisa dipakai untuk berdua,
Bila kau tahu hakikat seorang pecinta,
Kau akan menyadari bahwa ketunggalan harus meniadakan dirinya,
Untuk musnah ke dalam pelukan kekasihnya.
Karena orang bisa melihat cangkang kerang,
Bukan mutiara yang dikandungnya.
Kalian paham?
Nama hanyalah cangkang luaran
Dan aku lah cangkang itu.
Aku adalah selubung,
Wajah di dalamnya Layla belaka.






Meski kita terpisahkan, disana kita satu adanya
Bila tubuh-tubuh yang putus asa terpisah,
Jiwa-jiwa bebas mengembara dan bercengkerama.
Aku akan hidup abadi, dan
malaikat maut sendiri tak lagi berkuasa mengendalikan jiwaku ini.
bersama dirimu dalam kekekalan,
aku hidup hanya bila kepadaku nafasmu kau tiupkan.




Waktu akan musnah,
tetapi tidak dengan cinta sejati.
Segalanya mungkin bayangan dan angan-angan belaka,
tetapi tidak dengan cinta.
Tungku yang membakar adalah keabadian itu sendiri,
Tanpa awalan dan akhiran.





Sa’di

Sa’di lahir di Syiraz. Di usianya yang masih kecil, ia harus kehilangan ayahnya yang bernama Muslihuddin. Selanjutnya ia dikirm ke Baghdad untuk menimba ilmu. 
Selama di Baghdad ia berkenalan dengan tokoh-tokoh besar tasawuf seperti Syihab ad-Din Abu Hafs Umar bin Abdullah as-Suhrawardi ( 1145-1234 ).

Setelah beberapa tahun belajar di Bagdad, ia kemudian pulang ke tanah kelahirannya Syiraz, hingga nama tempat ini melekat pada namanya  “ Sa’di al-Syirazi”
Penyerbuan bangsa Mongol ke Bagdad, membuat Sa’di memutuskan untuk pergi ke Mekkah.

Sa’di melihat bagaimana kehancuran kota yang selama ini menjadi rumahnya. Kekejaman, penindasan, perusakan terjadi atas kota Bagdad. Pembunuhan dan pemerkosaan terjadi atas rakyat Baghdah. Dan khalifah dibunuh secara keji.

“Maka langitpun mencurahkan hujan lebat darah keatas bumi,
dan kebinasaan menyapu bersih kerajaan al-Musta’sim, khalifah orang mukmin
Ya Muhammad! Apabila hari pengadilan datang
Angkatlah kepala tuan
dan
Lihatlah kesengsaraan umatmu ini”
       ( Syair Rintihan  Kehancuran Bagdad - Sa’di )

Sa’di pun mengembara dari kota ke kota mulai dari Makkah sampai ke Asia tengah. Mulai dari India hingga ke Afrika Utara lalu menetap di Damaskus.

Hingga setelah tahun 643 H / 1221 M, Sa’di akhirnya kembali ke kampung halaman untuk kedua kalinya pada masa pemerintahan Atabeq ( gelar pejabat militer bani Seljuk ) Abu Bakar bin Sa’d.
Dan mempersembahkan salah-satu karyanya yang terkenal yaitu Bustan ( kebun buah ).


Karya Sa’di :

Bustan ( Kebun Buah ), berupa kisah-kisah yang indah dan melukiskan nilai-nilai luhur seorang muslim. Dalam kumpulan tulisan ini Sa’di bersikap sebagai penyair, guru, da’i, dan moralis.
Bustan telah diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia dengan judul yang sama.



Gulistan ( Kebun Bunga ), satu tahun setelah Bustan terbit Gulistan diterbitkan kemudian. Gulistan  berupa prosa berisi kisah menarik,  kata-kata mutiara, renungan pribadi yang disana-sini diselingi dengan puisi anekdot, humor, dan nasihat spritual.
Gulistan telah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa.

Sa’di wafat di Syiraz antara 690 H / 1291 M dan 694 H / 1295 M.


 



Tentang Ketabahan

Cinta menbuatmu tidak sabar dan selalu merasa terganggu. 
Dengan keikhlasanmu itu berarti kau telah meletakkan kepalamu di kaki-Nya 
dan melupakan dunia.

Apabila kekayaan tidak punya arti dalam pandangan Kekasihmu, 
maka emas dan debu tidak ada bedanya bagimu.

Dia selalu ada dalam mata, apabila matamu tertutup, Dia akan hadir dalam fikiranmu.
Apabila Dia menghendaki hidupmu, letakkanlah hidupmu pada tangan-Nya, apabila Dia meletakkan pedang di atas kepalamu, kau jangan menghindar.

Cinta dunia menerbitkan kebingungan dan sekaligus ketaatan, maka jangan heran apabila para musafir dalam jalan Tuhan karam dalam Lautan Hakikat ini.

Dalam mengingat Tuhan, mereka membelakangkan dunia;
mereka begitu terpikat oleh Pembawa Piala (Saqi) tempat mereka menuangkan anggur.

Tidak ada obat yang bisa menyembuhkan sakit mereka,
karena tidak satu orang pun yang mengetahui penyakit mereka.

Gunung hancur lebur disebabkan jerit rindu mereka; 
kerajaan porak poranda karena ratap tangis mereka.
Sedu sedan mereka pada waktu fajar menyucikan kotoran mata mereka. 
Siang dan malam mereka tenggelam dalam lautan cinta.

 Begitulah keadaan mereka sehingga tidak mengenal siang dan malam.
Mereka jatuh cinta kepada keindahan Penciptanya
sehingga mereka tidak memperdulikan keindahan ciptaan-Nya.
Mereka minum anggur suci Yang Maha Esa 
sehingga mereka lupa masa kini dan masa datang. 













Gulistan

“Seorang raja yang tidak pernah menjalankan pemerintahan dengan adil bertanya tentang ibadah yang sesuai dilakukan olehnya.

Seorang lelaki yang taat beribadah menjawab,
“Yang paling baik dilakukan oleh tuan ialah tidur setengah hari agar tidak dapat melakukan tindakan zalim buat sementara waktu!”

Kulihat orang zalim tidur sepanjang hari
Sungguh luar biasa kataku dalam hati
‘kan lebih baik lagi tidurnya itu
Dapat merubah tabiat jeleknya.

Namun jika dengan tidur sedikit saja
Lebih baik dibanding waktu terjaga
Mati akan lebih baik baginya
Daripada berbuat buruk sepanjang hayatnya




Hafiz Asy-Syirazi

Tidak seperti Sa’di yang senang mengembara ke berbagai negara, Hafiz sebaliknya tidak pernah meninggalkan kota kelahirannya Syiraz.

Hafiz Asy-Syirazi hidup sekitar 725-791 H / 1325-1389 M. Nama Lengkapnya Syams Ad-Din Muhammad al-Hafiz. Gelar “Hafiz” pada namanya menjadi bukti bahwa dia adalah seorang penghafal Al-Qur’an, sedangkan “Syirazi” mengacu pada kota kelahirannya, Syiraz.

Hafiz hidup dalam suasana kacau dan keras ditengah-tengah penguasa setempat yang datang silih berganti. Juga disusul dengan kedatangan Timur Lenk dengan pasukannya yang besar semakin mengancam negerinya.

Dalam karya-karya puisinya sering menggambarkan suasana alam kota kelahirannya yang indah dan terawat. Sementara syair-syair sufistiknya diilhami oleh Sanai, Attar, Rumi, dan Sa’di.

Karya Hafiz As-Syirazi, yaitu kumpulan-kumpulan puisi qasidah, masnawi, gazal, rubaiyat, dan beberapa sajak lepas.
Wafat pada tahun 1389 M dan dikuburkan di Syiraz.  


1
Pipi bersimbah mawar, tudung molek
Kembang bumi, ah itu sudah cukup bagiku!
Rindang bayang cemara, yang nyusut dan ngembang
Di padang, Itu saja sudah cukup bagiku.
Aku bukan pencinta kemunafikan:
Dari segala kekayaan yang dibanggakan dunia
Hanya anggur secawan kujunjung tinggi
Dan itu sudah cukup bagiku.

Bagi mereka yang harum namanya sebab bijak
Adalah istana di sorga  pahalanya
Tapi bagiku, pemabuk dan penadah rahmat Tuhan
Beri saja menara Anggur  menjulang!
Di tepi sungai  aku ‘kan duduk, beralas babut rumput
Hidup, di puncak nikmat, kubiarkan melenggang pergi
Dan hari-hari yang remeh ini tak kupeduli
Dan itu sudah cukup bagiku.

Lihat segala emas di pasar dunia
Lihat segala air mata yang disemburkan dunia
Tidakkah itu cukup bagi hatimu rindu?
Aku telah banyak kehilangan, namun banyak pula yang kudapat
Kumiliki cinta, kugenggam erat, apa lagi
Yang dapat kuperoleh? Kekayaanku adalah rasa nikmat
Bersahabat dengan dia, yang bibirnya merah merekah
Dan begitu berahi mengecup bibirku.

Kumohon jangan bawa hatiku telanjang
Dari rumah hinanya menuju sorga!
Walau langit dan bumi akan membuka gulungannya
Rohku akan terbang balik menuju rumahku
Dan di pintu kismet Hafiz pun terbaring
Tiada keluh di bibirnya – jiwanya bagai air jernih.
Sebuah lagu terdengar lalu lenyap dari telinganya
Dan itu sudah cukup bagiku

3
Kemurungan dan kegembiraan akan datang
Dengan bangga akan memamerkan rasa persaudaraannya
Tak beda milih yang satu di antara yang lainnya
Kelak kau akan tersiksa juga olehnya
Siapa tahu rahasia Tabir? Coba buka!
Sorga saja membisu dan bersama Tuhan
Menggenggam tirai itu erat-erat
Wahai pembual, hati-hatilah kau bicara

Walau hamba-hamba Tuhan kehilangan jalan dan sesat
Melalui derita akan diajarinya ia kearifan
Segala ampunan dan kasih sayang
Adalah kata-kata kosong tanpa makna
Pemabuk ini hanya inginkan anggur Telaga Kautsar
Dan Hafiz, lihat! Untukmu telah terhidang
Cawan bumi, rahmat pilihan dari Tuhan!

6
Tapi apa yang kauharapkan dariku
Aku ini orang mabuk, jangan harapkan dariku
Aku telah meneguk anggur dari cawannya
Sejak hari Alastu, sejak aku mengambil wuduk
Di telaga asyik masyuk
Lalu kutakbirkan empat kali
Kolong langit atas segala yang ada ini
Karena itu jika kau inginkan
Rahasia ketentuan yang menyebabkan aku linglung dan mabuk
Hidangi aku gelas putih cawan anggur cerlang
Hingga gunung menjadi lebih ringan dari nyamuk

Wahai Saqi, pemuja anggur
Biarlah mulutmu berbusa penebus nyawamu
Di taman penglihatanku kebunku tak menumbuhkan alam
Yang lebih indah dari duri di tengah bunga
Tidaklah tenteram hidup di bawah kolong langit ini
Tanpa Tuhan, tanpa anggur-Nya
Bagai sekuntum kembang layu terkulai
Disapu angin derita

Tuhan, Hafiz rindu kepada-Mu
Lebih dari nabi Sulaiman
Hafiz rindu pada-Mu walau tangannya
Tak mendapat apa-apa kecuali angin
Hafiz rindu kepada-Mu
 



Sumber:
Puisi Hafiz al-Syirazi 
Antonio, Muhammad Syafii.2012.Ensiklopedia Peradaban Islam Jilid 8 "Persia".Jakarta:TAZKIA Publishing.

 







No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah mengunjungi blog saya.
Silahkan tinggalkan komentar anda yang berhubungan dengan artikel.
No sara / pornografi.

Dabo Singkep

Welcome To Dabo Singkep Island

Sudah pernahkah kamu   mendengar sebuah pulau   bernama Dabo Singkep? Bagi yang sudah mendengarnya, mereka akan tahu dimana letak pu...