Tersebutlah,
seorang lelaki tua mempunyai dua buah kendi. Kendi itu biasanya ia gunakan
untuk mengangkut air di sungai yang tak jauh dari rumahnya. Setiap pagi dan sore
hari ia melakukan kegiatan itu.
Namun, salah
satu kendi tersebut tidaklah seperti
kendi satunya lagi. Karena setiap air yang dimasukkan ke dalamnya, air di
dalamnya akan mengalir keluar. Rupanya, kendi itu sudah berlubang dibawahnya.
Anehnya, sang lelaki tua tetap mempergunakannya.
Tiap lelaki
tua itu mulai mengangkut air dari sungai
dan membawa pulang air di dalam kendi bocor tersebut, jumlah air di dalamnya
tak utuh lagi. Setengah dari jumlah air
di dalam kendi itu sudah habis terbuang di perjalanan menuju rumah lelaki tua
tersebut.
Pernah suatu
ketika, kendi satunya lagi mengatakan
kepadanya, “ Kamu sungguh tidak berguna, lihatlah dirimu, sudah bersusah payah
tuan kita mengambil air untuk
kebutuhannya. Lalu, kamu menumpahkannya begitu saja.”
Sang kendi
yang berlubang itu pun pernah mendengar, anak dari lelaki itu mengejek dirinya,
“Kenapa
ayah masih menggunakan kendi bocor yang
tak berguna itu? Kita bisa menggantinya dengan yang baru bukan?” sang lelaki
tua itu hanya tersenyum mendengar ucapan
sang anak.
Bertambah
sedih hati sang kendi, mendengar bagaimana tak berguna dirinya. Ia hanya sebuah
kendi yang tak sempurna melaksanakan tugas untuk tuannya. Mungkin benar kata
sang anak lelaki tua itu, ia sebaiknya diganti oleh sebuah kendi baru. Pikir sang kendi dengan rasa pasrah dan bermuram durja.
Pagi itu tak
seperti biasa, sang anak di ajak lelaki tua itu menemaninya mengambil air. Mereka berdua pun mulai menapaki jalan,
dimulai dari menuruni tanjakan, melewati
padang rumput, sampai bertemu hamparan padang bunga, tampak sang anak menikmati perjalanannya.
Ia juga
menemukan betapa banyak bunga-bunga yang mekar di kanan dan kiri jalan yang ia
lalui. Sesekali ia berhenti dan mencium wangi aroma bunga-bunga liar itu.
Sang ayah
diam-diam memperhatikan anak perempuannya yang sangat senang sekali pada
bunga-bunga tersebut.
“Apakah
bunga-bunga itu sebegitu menarik hatimu
hingga kamu tidak mendengar ayah
memanggil namamu?” tanya lelaki tua itu sambil tersenyum menatap gadis kecilnya
yang mulai beranjak dewasa. Anak perempuannya tertawa hingga tampak barisan
gigi putihnya.
Ia
berlari-lari kecil mendekati ayahnya yang sedang duduk di atas rerumputan. Di
sebelahnya tergeletak dua buah kendi yang belum terisi oleh air.
“Tak semua
hal yang tidak berguna di dunia ini, benar-benar tak berguna seperti yang kita
kira, wahai anakku.”
“Maksud
ayah?”tanya anak perempuannya tak mengerti. Diam-diam kedua kendi di samping
lelaki tua itu ikut mendengarkan pembicaraan antara ayah dan anak tersebut.
“Seperti
daun-daun kering, sekilas kita pikir mereka tak berguna. Hanya sampah. Sampai kita membuka mata hati kita untuk
mengetahui bahwa tak ada yang sia-sia di
dalam tiap ciptaan-Nya. Sekalipun seekor
nyamuk.”
“ Sama
halnya seperti kendi ini...” lelaki tua itu meraih kendi yang berlubang di
sampingnya. Memperlihatkan pada anak perempuannya sebuah lubang berukuran uang
koin di bawahnya.
“Memang ia
tak melaksanakan fungsinya dengan sempurna, ia selalu saja menumpahkan air
yang telah ayah masukkan kedalamnya.”
Sang kendi
bocor itu hanya tertunduk malu mendengar ucapan tuannya. Namun usapan hangat
dari sang tuan di punggungnya membuat ia
berpikir tuannya mengerti akan kesedihan dan penderitaannya selama ini ia
rasakan.
“ Di balik
kelemahan dan tak sempurna dirinya, ia mampu memberi manfaat serta rasa bahagia
bagi kita juga mereka. “ tangan lelaki tua itu menunjuk ke arah hamparan
bunga-bunga yang dikagumi anak perempuannya tadi.
Mata gadis
kecil itu berbinar-binar mendengar penuturan ayahnya sejenak, ia kini mengerti
mengapa ayahnya tetap mempergunakan kendi bocor itu meskipun ayahnya mampu
untuk membeli sebuah kendi baru. Bagaimana air yang tumpah dari kendi bocor itu
menyirami berbagai tanaman di sepanjang jalan yang di lewati ayahnya. Serta ayahnya yang selalu
membawa bunga-bunga itu sebagai penghias jambangan di rumahnya.
“Manusia
serupa kendi bocor ini, tak sempurna dan tak akan pernah menjadi sempurna.
Tapi
kita bisa mengubah kelemahan kita menjadi sebuah kekuatan kita, itu semua tergantung
dari bagaimana kita melihatnya. “
Anak
perempuannya mengangguk-angguk kecil mendengar penuturan ayahnya dan si kendi
bocor tersenyum mengingat kata-kata dari
tuannya. Memang ia tak mengerjakan tugasnya dengan sempurna, akan tetapi tiap
sesuatu punya batas kemampuan dalam menjalani setiap tugas yang ia pikul. Bukan
kah manusia sama seperti dirinya?
Merekapun
pulang, ditangan si anak perempuan terlihat serumpun bunga-bunga yang telah ia
petik untuk penghias jambangan di rumahnya, dan kendi bocor itu tak bersedih
lagi, sebaliknya ia sekarang bahagia dan tulus membiarkan air-air mengalir dari lubang
yang bocor tersebut.
***
Kisah dua
kendi tersebut, saya tulis kembali setelah mendengar ceritanya dari sebuah
acara televisi. Mungkin terdapat perbedaan dari segi penuturan meskipun tanpa
mengurangi inti dari kisah tersebut.
Salam...............................................
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah mengunjungi blog saya.
Silahkan tinggalkan komentar anda yang berhubungan dengan artikel.
No sara / pornografi.