Monday, November 26, 2018

5 Puisi Cinta Pablo Neruda






Pablo Neruda  ( lahir di Parral, sebuah kota sekitar 300 km di selatan Santiago, Chili, 12 Juli 1904 – meninggal 23 September 1973  pada umur 69 tahun ) adalah nama samaran penulis Chili, Ricardo Eliecer Neftalí Reyes Basoalto

Neruda yang dianggap sebagai salah satu penyair berbahasa Spanyol terbesar pada abad ke-20, adalah seorang penulis yang produktif. Tulisan-tulisannya merentang dari puisi-puisi cinta yang erotik, puisi-puisi yang surealis, epos sejarah, dan puisi-puisi politik, hingga puisi-puisi tentang hal-hal yang biasa, seperti alam dan laut. Novelis Kolumbia, Gabriel Garcia Marquez menyebutnya "penyair terbesar abad ke-20 dalam bahasa apapun". Pada 1971, Neruda dianugerahi Penghargaan Nobel dalam sastra. 

Pada masa hidupnya, Neruda terkenal karena keyakinan-keyakinan politiknya. Sebagai seorang komunis yang vokal, ia pernah sebentar menjadi senator Partai Komunis Chili di Kongres Chili sebelum terpaksa mengasingkan diri. 

Nama samaran Neruda diambil dari nama penulis dan penyair Ceko, Jan Neruda; belakangan nama ini menjadi nama resminya. 

Berikut ini beberapa puisi cinta dari  karya Pablo Neruda, selamat menikmati ...



Aku Ingin Jadi Keheningan Untukmu

Aku ingin jadi keheningan untukmu: seakan kau tak ada
Dan kau dengar aku dari jauh, tapi suaraku tak menyentuhmu
Seperti matamu yang mengalur hingga jauh
Seperti ada sebuah kecupan yang mengunci mulutmu

Seperti segalanya terpenuhi dengan jiwaku
Kau menjelma dari segalanya, memenuhi jiwaku
Engkau seperti jiwaku, kupu-kupu mimpi,
Dan engkau seperti kata Melakoli

Aku ingin jadi keheningan untukmu: dan kau berjauh jarak
Suara itu seperti engkau meratap, kupu-kupu berbunyi seperti merpati
Kau mendengarku dari jauh, suaraku tak mencapaimu:
Biarkan aku datang padamu menjadi hening dalam sunyimu

Dan biarkan aku bicara denganmu, dengan kesunyianmu
Terang seperti lampu, seadanya bagai seutas cincin
Engkau seperti malam, menyimpan keheningan dan konstelasi
Sunyimu adalah bintang, memecil jauh dan bersembunyi

Aku ingin jadi keheningan untukmu: seakan kau tak ada
Jauh jarak itu penuh nestapa itu seakan kau telah mati
Lalu hanya satu kata, satu senyuman, cukup sudah
Dan aku bahagia, bahagia karena segalanya menyaru palsu



Pada Sebuah Senja di Langitku
Pada sebuah senja, di langitku, kau menjelma jadi awan
Aku jadi cinta tersebab bentuk dan warna-warnamu itu
Engkau milikku, bagiku, perempuan berbibir madu
Dan dalam hidupmu, mimpi-mimpiku tak mati-mati

Nyala pelita di jiwaku membasuh kedua kakimu
Anggurku yang masam, terasa lebih manis di bibirmu,
Lagu pujian malamku, seluruh hanya bagimu,
O betapa ada satu mimpi: meyakini kau jadi milikku!

Kau milikku. Milikku. Kuteriakkan pada angin petang
Dan angin pun menghela suaraku nelangsa di pundaknya
Pemburu kedalam mataku, engkau si perampas
Sebab masih saja naluri malammu mengira ia telaga

Kau terperangkap dalam jaring musikku, sayangku
Dan perangkap musikku itu meluas seluas angkasa
Jiwaku lahir pada pantai perkabungan di matamu
Di mata berkabungmu itu, negeri mimpi memulai diri



Ku Kenang Engkau
Ku kenang kau sebagai kau di musim gugur terakhir
Dengan baret hijau dan senyap di hati kesunyian
Di matamu lidah api senja hari bertarung berkobar
Dan dedaunan berguguran ke muka kedung jiwamu
Lenganku berangkulan seperti tanaman merambat
Dalam teduh, dedaunan merangkum suaramu, perlahan
Pukau unggun api membakar rasa hausku
Anggun bakung biru, terpintal terjalin di jiwaku

Seperti matamu mengembara, musim gugur jauh disana:
Baret kelabu, suara burung, hati seperti rumah mendekat
Menjadi arah, kemana rindu yang parah berpindah
Dan kecupan-kecupanku rubuh, bahagia bagai bara api

Langit dari sebuah kapal. Padang dari perbukitan:
Kenanganmu tercipta dari cahaya, kabut, dan kolam diam!
Melampaui matamu, menjauh lagi, malam-malam terbakar
Dedaunan kering musim gugur menghambur di jiwamu


 Sajak Paling Duka yang Bisa Kutulis
Malam habis, inilah sajak paling duka yang bisa kutulis

Maka kutulis saja: “Langit ditaburi bintang-bintang, dan
Bintang-bintang biru, bergetaran di jarak kejauhan

Dan angin malam berpusaran melagukan nyanyi

Malam habis, inilah sajak paling duka yang bisa kutulis
Aku cinta padanya, dan sesekali dia pun cinta padaku

Di malam seperti ini, kurengkuh dia  di lenganku
Kukecup kuulang tak berbilang dibawah langit lapang

Dia mencintai aku, sesekali aku pun cinta pada dia
Tidakkah cukup alasan untuk mencintainya ? Secintanya ?

Malam habis, inilah sajak paling duka yang bisa kutulis
Dalam pikir ia tak tergapai, dalam rasa ia tak terpunya

Menyimak malam yang berat, lebih berat karena  tak ada dia
Dan sajak meluruhi jiwa, seperti embun jatuh di daun rumput

Sia-sia kutanya mengapa  cinta tak mampu menjaganya
Langit ditaburi bintang, dan ia tak bersamaku lagi

Itulah segalanya. Jauh. Di entah jarak, seseorang menyanyi,
Jiwaku hilang tanpa dia, hilang bersama dia

Seperti kuraih dia mendekati, mataku mencari,
Hatiku mencari, karena dia tak lagi bersamaku kini

Malam lain yang sama, yang memucatkan pepohonan yang sama,
Kita, kita entah siapa, kita yang sama tak lagi ada

Aku tak lagi mencintai dia, sungguh, tapi sungguh kucinta,
Suaraku mencari angin agar tersentuh dengar telinganya

Seseorang asing. Dia akan jadi asing.
Dia yang sekali waktu pernah mengecap kecupan-kecupanku
Suaranya, tubuh terapungnya. Tak terbatas matanya

Aku tak lagi mencintainya, sungguh, tapi mungkin aku cinta.
Cinta sebentar saja, melupakannya makan waktu lama

Karena di malam seperti ini kurengkuh dia di lenganku,
Jiwaku hilang tanpa dia

Meski ini mungkin sakit terakhir yang disebabkannya,
Dan ini mungkin sajak terakhir yang kutulis untuknya


Inilah Aku Yang Mencintaimu
Inilah aku yang mencintaimu
Pada Pinus hitam angin mengurai kekusutan
Bulan berpendar seperti fosfor di air tak berhulu muara
Hari demi hari, sama saja, saling memburu mengejar

Salju tak bergelung dari sosok-sosok berdansa
Camar berbulu perak tergelincir terbang dari barat
Sesekali tampak sebuah layar. Tinggi, bintang yang jauh

O ada silang hitam sebuah kapal
Bersendiri
Sesekali aku terbangun dini hari, dan jiwaku basah
Di kejauhan gemuruh laut disahut gemuruh laut

Inilah pelabuhan itu
Inilah aku yang mencintaimu

Inilah aku, ketika cakrawala sia-sia menyembunyikanmu
Aku mencintaimu walau segala membeku mengepung
Sesekali kecupanku berlayar bersama kapal besar
Menyeberangi laut menuju yang tak tersampai

Aku merasa dicampakkan bagai jangkar tua
Pelabuhan makin murung ketika petang tertambat disana
Hidupku jatuh kian letih, lapar tanpa ada sebabnya
Aku mencintai apa yang tak kupunyai. Engkau begitu jauh

Kebencianku tak terebut oleh senja yang lamban
Tapi malam tiba jua, dan mulai bernyanyi bagiku
Bulan membalikkan arah jarum jam mimpinya

Bintang tersebar menatapku dengan matamu
Dan seperti aku mencintaimu, pinus dan angin
Daun yang berjalin ingin melagukan namamu

Gadis yang lincah berkulit matahari, matahari yang menjadikan buah-buahan,
Yang menegakkan rerumputan, yang melilit ganggang
Mengisi tubuhmu dengan kegirangan, dan terang matamu
Dan mulutmu ang memiliki senyuman sejernih air

Kerinduan jelaga matahari terjalin jadi helaian
Surai hitammu, ketika kau bentang kedua lengan
Kau bermain matahari seperti dengan sungai kecil
Dan tertinggallah dua kolam gelap di matamu

Gadis yang lincah, tak ada yang menuntunku mendekatmu
Segala jauh menahan, seperti engkaulah rembang malam
Kau kegaduhan hiruk-pikuk kawanan lebah
Amuk ombak mabuk, kau kekuatan burung ekor putih

Walau hatiku yang suram mencari engkau juga, aku cinta
Girang tubuhmu yang penuh, suaramu yang pipih dan mengalir
Kupu-kupu hitam, manis dan sesungguhnya arti
Bagai padang gandum dan matahari, bagai air dan bunga popi.


***
Sumber :
Batam Pos, edisi Selasa 15 Februari 2011
https://id.wikipedia.org/wiki/Pablo_Neruda





No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah mengunjungi blog saya.
Silahkan tinggalkan komentar anda yang berhubungan dengan artikel.
No sara / pornografi.

Dabo Singkep

Welcome To Dabo Singkep Island

Sudah pernahkah kamu   mendengar sebuah pulau   bernama Dabo Singkep? Bagi yang sudah mendengarnya, mereka akan tahu dimana letak pu...