Suatu hari
Nasiruddin Hoja mengukur jalan alias jalan-jalan menyusuri kota untuk memenuhi hasrat dan hobinya.
Tapi..malangnya,
tiba-tiba dari arah belakang ada orang yang menampar pipinya,..”Plak..”
“Aduh…!”
teriak Nasiruddin spontan, akibat kesakitan.
“Maafkan
aku. Aku kira anda teman akrabku yang sudah lama tak ku jumpa,”
Kata lelaki setengah baya itu.
“Akrab
boleh akrab, tapi jangan semaunya
menampar dengan akrab juga,”kata
Nasiruddin cemberut, dan bersungut-sungut.
Nasiruddin tampaknya
tak mau menerima maaf begitu saja dari pria asing di hadapannya. Namun, ia pun
tak mungkin melakukan qisas alias balas memukul, karena ia bisa kena sanksi hukum
dari aparat penegak hukum. Oleh karena itu, Nasiruddin menempuh jalur hokum,
mengadukan lelaki itu ke pengadilan.
“Assalamu’alaikum,”
kata Nasiruddin sesampai di kantor pengadilan, “saya
ingin melaporkan sebuah persoalan,”lanjutnya
kemudian.
Berikutnya,
Nasiruddin menjelaskan akar perkara mulai dari A sampai Z sesuai fakta, apa adanya tanpa
ditambah-tambahi. Sebagai penutup, Nasiruddin menandaskan bahwa ia meminta
sebuah keadilan atas kezaliman yang telah dilakukan orang itu.
Ternyata, si
hakim adalah sahabat si penampar Nasiruddin Hoja. Akibatnya, hakim berlaku tak
adil dengan membebaskannya, dan tentu saja Nasiruddin protes atas keputusan
pengadilan tersebut.
Akibat protes keras itu, hakim akhirnya membatalkan
keputusan pertama, mengganti dengan keputusan kedua.
“Kalau
kamu tak puas atas keputusanku, maka aku tetapkan agar dia memberi ganti rugi
sepuluh dirham tunai kepadamu.”
Kata hakim.
“Sekarang
pergi dan ambil uang sepuluh dirham
sebagai ganti untuk Nasiruddin ini,”kata
hakim kepada lelaki penampar itu.
Nasiruddin berjam-jam
menunggu si lelaki untuk mendapatkan ganti rugi. Namun,
yang ditunggui tak kunjung datang. Akhirnya,
sadarlah Nasiruddin bahwa ia telah ditipu oleh si lelaki dengan bantuan rekayasa
pak hakim, yang membiarkan si lelaki pergi. Ketika melihat si hakim
tenang-tenang saja, bahkan berpura-pura sibuk dengan pekerjaannya, hati
Nasiruddin panas, juga dongkol.
Tiba-tiba,…
”Plak…!”
Nasiruddin menampar pipi si hakim seraya berkata,
“ Maaf pak hakim, aku sibuk sekali dan tak
punya waktu untuk menunggu lebih lama lagi. Tolong nanti menerima ganti ruginya
untuk Anda. Aku lagi terburu-buru.”
Selesai berkata
itu, Nasiruddin lantas pergi, sedangkan si hakim hanya menggosok-gosok pipi
akibat perih di tampar Nasiruddin tadi.
Hikmah :
Berbuatlah adil
dalam menimbang suatu perkara, dan tolong-menolonglah hanya di dalam berbuat
kebaikan.
Sumber :
Mashad, Dhurorudin.2005.Seri Kisah Jenaka Sarat Makna Jilid 1.Jakarta
: Erlangga.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah mengunjungi blog saya.
Silahkan tinggalkan komentar anda yang berhubungan dengan artikel.
No sara / pornografi.