Suatu hari, Plato
bertanya kepada gurunya,
“Apa itu cinta?
Bagaimana aku menemukannya?”
Gurunya menjawab,
“Ada hutan yang luas di
depan sana. Berjalanlah kamu, kemudian ambillah satu saja ranting yang paling
baik menurutmu. Tapi ingat, kamu tidak boleh mundur kembali. Jika kamu
menemukan ranting yang kamu anggap paling bagus, artinya kamu telah menemukan
cinta.”
Plato pun berjalan ke
dalam hutan yang dikatakan gurunya. Dan
tidak seberapa lama, Plato kembali tanpa membawa sepotong ranting pun.
Gurunya
bertanya,
“Mengapa kamu tidak
mengambil satu pun ranting?”
Plato kemudian
menjawab,
“Guru berkata, aku
hanya boleh membawa satu ranting saja dan aku tidak boleh mundur kembali.
Padahal aku merasa menemukan ranting yang sangat bagus, tetapi mungkin ada
ranting yang lebih bagus di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut.
Setelah berjalan baru kusadari kalau aku tak lagi menemukan ranting sebagus
yang telah kulewati, tetapi aku tidak bisa berbalik lagi. Pada akhirnya aku tak
menemukan sepotong ranting pun,” jelas
Plato.
Mendengar penjelasan
Plato, gurunya hanya menjawab,
“Itulah cinta, Anakku.
Jika kau mencari cinta , maka semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan.
Cinta berdiam didalam lubuk hati.
Cinta juga adalah ketika kita mampu menahan
keinginan dan harapan yang berlebih.
Ketika kita menggantungkan harapan dan
keinginan yang berlebihan akan cinta, maka kita hanya akan mendapat kehampaan. Sementara waktu tidak bisa
dimundurkan kembali.
Terimalah cinta apa adanya.”
Sumber :
Syamsuddin, Ahmad K.2010.Cinta
Dalam Sepotong Kepala Ikan.Jakarta : Salsabila Kautsar Utama.
Cukup Inspiratif :)
ReplyDelete