Pada langkah
senja, ia memburu asa. Gemerincing koin-koin di dalam saku bajunya, dan
menimbang-nimbang rencana yang akan dilakukannya.
Di tikungan
jalan, di samping tempat penjual buah, di depan toko permen -- yang biasa sesak
dengan para bocah merengek minta dibelikan permen oleh ibunya. Di situlah ia
berhenti.
Tempat yang
seolah-olah ketika ia melangkahkan kaki ke dalamnya, bagai menceburkan diri ke botol
parfum raksasa. Hanya tercium bau wangi. Lembut. Menenangkan.
Dipandanginya
kuntum demi kuntum. Kelopak dengan berbagai warna, bentuk, dan rupa. Diingat-ingatnya
kembali kenangan manis yang telah ia
ciptakan lewat mereka.
Kamelia
merah, akhir pilihannya. Sekelebat wajah
wanita akan tersenyum hinggap di kepalanya. Bagai seekor rama-rama terbang
rendah menghampiri kembang.
“Untuk
kekasih?” tanya lelaki paruh baya dengan wajah cerah.
“Bukan—untuk
istriku...” jawabnya singkat, sambil menyerahkan beberapa keping koin ke dalam
tangan lelaki tersebut.
Lelaki itu
menyerahkan seikat kamelia kepadanya. Ia pun segera berlalu masuk dan lari ke
dalam rintik-rintik hujan yang mulai jatuh.
“Aku
ingin berbaikan dengannya, kuharap ia akan senang menerimanya.” Begitu bisiknya
dengan lembut pada seikat bunga yang tengah di genggamnya. Entah kenapa bunga-bunga
itu seakan-akan tersenyum dan
mendengarkan apa yang dikatakannya.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah mengunjungi blog saya.
Silahkan tinggalkan komentar anda yang berhubungan dengan artikel.
No sara / pornografi.