Alkisah,
hiduplah seorang putri bangsawan kaya-raya. Parasnya cantik dan baik budi pekertinya. Gadis itu juga sangat
mengasihi sesama. Berjiwa sosial dan dermawan.
Syahdan,
suatu kala bangsa Israil mengalami musibah kelaparan dan kemiskinan melanda seluruh
negeri. Banyak rakyat jatuh miskin dan berkelana. Mencari sesuap nasi dengan
cara meminta belas kasihan orang kaya.
Saat
itu, datanglah seseorang yang meminta-minta ke rumah si gadis,
“
Berilah aku sedekah. Sepotong roti saja, tuan putri,” kata peminta-minta
tersebut memelas.
Gadis
itu segera keluar. Membawa sepotong roti di tangan kanan. Diberikannya roti itu
kepada peminta-minta yang sudah sangat tua itu.
“Terimalah
sedekahku Pak tua,”ujar gadis itu dengan sopan.
Namun,
ayahnya sangat kikir dan bengis. Dia marah melihat anak gadisnya memberi
sepotong roti kepada peminta-minta. Anak gadisnya lalu ditampar. Roti itu
dicampakkan. Tangan kanan anak gadisnya yang digunakan menyerahkan roti
ditebasnya dengan sebilah pedang.
“Kau
terlalu lancang! Itulah hukumanmu!” teriak ayahnya dengan bengis.
Waktu
terus berjalan. Nasib bagaikan sebuah roda yang terus berputar. Bangsawan yang
semula hidup kaya-raya berubah jatuh miskin. Termasuk ayah si gadis. Hidupnya
menjadi sengsara. Dan akhirnya ia meninggal dalam keadaan miskin.
Sementara
anak gadisnya terlantar. Dia mengembara
hingga tibalah di depan rumah penduduk kampung. Dari dalam rumah, seorang ibu
membuka pintu. Ibu itu tertegun melihat gadis kumal tersebut. Di balik
penampilannya yang kumal, kecantikan tersembunyi tampak dari wajah si gadis.
Ibu
itu iba dan bertanya,
“Dari
mana asalmu, Nak?”
“Dari
kampung yang jauh, Bu.”
“Kemana
tujuanmu?” Apa tujuanmu di kampung ini?”
“Saya
menggelandang, Bu. Untuk hidup saya mengembara dari kampung ke kampung.”
Ibu
itu menatap wajah si gadis. Kecantikan gadis tersebut tak bisa disembunyikan
dari pakaiannya yang jelek dan kumuh.
“Dia
pasti bukan berasal dari keluarga sembarangan,” pikir si ibu.
Dengan
ramah, ibu itu menuntun tangan kiri gadis itu. Diajaknya masuk ke rumah. Gadis itu
diberi pakaian bagus dan indah. Semakin terlihat kecantikannya yang asli.
“Kau
pasti bukan anak orang miskin,” tebak si ibu.
“Memang,
dahulu ayah saya kaya-raya. Dia tergolong keluarga bangsawan. Namun kami
ditimpa kemiskinan. Sehingga kami menjadi gelandangan.”
“Sudahlah
jangan ratapi nasibmu. Maukah kau kujadikan menantu?”
“Saya,
Bu?”
“Ya,
kau. Kujodohkan dengan anakku yang tampan.”
“Mana
berani. Saya tak pantas, Bu.”
“Jangan
berkata begitu. Jangan merendahkan dirimu kepada sesama manusia.”
“Baiklah,
Bu. Saya terima.”
Anak
gadis itu pun diterima tinggal dirumahnya. Bahkan akan diambil menantu. Dinikahkan
dengan anak laki-laki si ibu. Hari yang ditentukan tiba. Dilangsungkanlah pesta
pernikahan gadis itu dengan anak si pemilik rumah.
Di
malam pengantin, duduklah dua sejoli tersebut di pelaminan. Dihadapan mereka
tersedia bermacam jamuan makanan. Pengantin perempuan mengambil sepotong kue
dengan tangan kiri. Dan memasukkan ke mulutnya. Berkali-kali hal itu
dilakukannya.
Melihat
hal itu, timbul perasaan malu suaminya. Suaminya lalu memohon,
“Istriku,
gunakan tangan kananmu. Agar terlihat sopan.”
Meskipun
sudah diperingatkan, gadis tersebut masih saja menggunakan tangan kirinya
setiap mengambil makanan. Karena kesal dan malu, suaminya menggerutu dan
menghardik,
“Dasar
perempuan miskin. Tak punya sopan santun!” Ucap laki-laki itu gusar.
Mendengar
suaminya mengumpat, perempuan itu diam. Dia menunduk. Raut wajahnya sedih.
Tiba-tiba
terdengar bisikan lembut di telinga gadia itu,
“Keluarkan
tangan kananmu, wahai umat-Ku. Engkau telah menyedekahkan roti kepada-Ku dengan
tanganmu itu. Sudah pantasnya Aku menggantinya kembali,” bisik suara tersebut.
Atas
izin Allah swt, saat itu juga terjulurlah tangan kanan gadis itu. Utuh seperti
dahulu dimilikinya. Gadis itu juga terkejut dengan apa yang terjadi. Lantas dengan
tangan kanannya, dia mengambil makanan. Menemani suaminya memakan jamuan malam
pernikahannya.
*****
Sumber :
Thobroni, M.2009.Kumpulan Dongeng
Teladan Islami.Yogyakarta : Wahana Totalita Publisher.
perasaan pernah bace cerite ni,tpi lupe dimne,..
ReplyDeletemntap kk,ade inisiatif utk tulis ulang lagik,..:D
Nice publication chère amie Anisa.Have a very good weekend :)
ReplyDelete