Suatu
hari, bersama beberapa temannya, Husain bin Ali berangkat ke kebunnya yang
dijaga seorang budak bernama Shafi. Husain sengaja datang ke kebun itu tanpa
memberi tahu terlebih dahulu sebelumnya. Ketika tiba di kebun, Husain melihat
budaknya sedang duduk istirahat dibawah sebatang pohon sambil makan roti. Ia
juga melihat seekor anjing sedang duduk dihadapan Shafi sedang menikmati
makannya juga.
Husain
melihat Shafi membelah rotinya menjadi dua. Yang separuh dimakan sendiri,
sedang separuhnya diberikan kepada anjing. Setelah selesai menghabiskan bagian
roti masing-masing, Shafi berdoa sambil mengangkat kedua tangannya,
“Alhamdulillah Rabbil Alamin. Ya Allah
berikanlah maaf dan ampun-Mu kepadaku dan tuanku. Limpahkannya, rahmat dan karunia-Mu kepadanya sebagaimana engkau telah
memberkati ayah dan bundanya dengan rahmat dan belas kasih-Mu ya Rabbal Alamin.”
Husain
menyaksikan semua itu. Mendengar kata-kata dan melihat perbuatan Shafi, Husain
tidak dapat menahan dirinya. Ia memanggil,
“ Ya Shafi...”, Shafi kaget mendengar
panggilan tuannya.
Sambil
meloncat dengan gugup ia menjawab,
“Aduh Tuanku ! Maafkan aku. Sungguh, aku
benar-benar tidak melihatmu.” Shafi merasa bersalah karena tidak mengetahui
kedatangan tuannya. Tetapi sambil mendekati Shafi, Husain berkata, “Sudahlah,
sebenarnya aku yang bersalah dan minta maaf padamu. Sebab aku memasuki kebunmu
tanpa izin dahulu.”
“Kenapa
Tuan mengatakan demikian,” kata Shafi dengan rikuh.
“Sudahnya,
jangan kita persoalkan lagi masalah ini. Hanya aku ingin tahu mengapa anjing
itu tadi engkau beri separuh dari rotimu?” tanya al-Husain penuh penasaran.
Dengan
malu Shafi menjawab, “Maklumlah Tuan, aku merasa malu dipandangi terus oleh
anjing itu ketika aku hendak makan tadi. Sedang anjing itu milik tuan, dan dia
turut menjaga kebun ini dari gangguan orang. Sedang aku hanya mengerjakan kebun
tuan ini. Karena menurut pendapatku, rezeki dari tuan, sudah selayaknya kubagi
dengan anjing ini.”
Mendengar
penjelasan Shafi, Husain terharu dan meneteskan air mata. Orang yang berderajat
budak ternyata memiliki budi yang tinggi. Dengan suara parau, Husain berkata, “Wahai Shafi,
saat ini juga engkau bebas dari perbudakan. Terimalah, dua ribu dinar sebagai
pemberian dariku dengan penuh keikhlasan.”
Lama
Shafi tertegun melihat Husain dan uang dua ribu dinar tersebut. Ia seolah tak
percaya dengan apa yang telah terjadi. Namun, Husain menganggukkan kepalanya
dengan senyuman sambil menyerahkan uang tersebut.
Sumber : Majalah Sabili Edisi No.8 Th. XI 6 November 2003
bagus kk :)
ReplyDeleteblog makin keceeeh ajaaah >_<
mantap gan
ReplyDelete